728x90 AdSpace

HTML5 Icon

Pengikut

Latest News
Diberdayakan oleh Blogger.
Jumat, 18 Mei 2018

Karakteristik Tautsiq dan Tajrih para  Ulama Hadis

Karakteristik Tautsiq dan Tajrih para  Ulama Hadis

(oleh : Abu Fatwa al-Bani / Syamsudin Mukti)
                             Bag- 1

Bagi para peneliti ahwal rijal sanad hadis sangatlah penting untuk memperhatikan karakteristik pentaustiaq-kan dan pentajrih-an para ulama naqd terhadap seorang rawi.  Hal ini supaya terhindar dari kekeliruan ketika menilai seorang rawi. Karena diantara mereka (para ulama naqd hadis) ada yang mempunyai istilah khusus tersendiri dan ada pula istilah yang disepakati kesamaannya.

A.  Karakteristik Tautsiq dan Tajrih Ibnu    Ma’in

Istilah “tsiqat” ( ثقة ) menurut jumhur muhadisin adalah istilah yang diperuntukkan bagi rawi yang telah memenuhi syarat ‘adalah dan dhabit. [1] Dalam artian seorang rawi yang ‘adil dan dhabit maka ia dinilai tsiqat.[2]  Akan tetapi bagi Yahya bin Ma’in mempunyai karakter tersendiri dalam penggunaan lafal tsiqat.  Yaitu  :

1. Ibnu Ma’in memutlakkan (membebaskan) lafaz “tsiqat” sampai kepada  seorang rawi yang kuat dari sisi ‘adalahnya saja kendatipun lemah dari sisi dhabit (hafalan)nya.

Sebagaimana menurut penelitian Amer Abdul Mun’am Salim :

لفظ الثقة: هذا الإطلاق مختص بالتعديل, إلاّ أنه {ابن معين } قد يطلقه بمعنى العدالة دون الضبط.

Lafaz Tsiqat : kemutlakan lafaz ini dikhususkan untuk ta’dil (pujian), akan tetapi ia (ibnu Ma’in) terkadang memutlakkan lafaz tsiqat itu dengan makna ‘adalahnya saja tanpa dhabit. [3]

Bisa jadi seorang rawi yang dipandang tsiqat oleh Ibnu Ma’in adakalanya tergolong do’if dikarenakan sebab lemah hafalannya si rawi tersebut.

Oleh karena itu, jika Ibnu Ma’in menilai tsiqat seorang rawi dan tidak ada ulama lain yang menjarhnya maka maksud lafaz tersebut sejalan dengan maksud jumhur ulama yaitu ‘adil dan dhabit. Akan tetapi jika Ibnu Ma’in menilai tsiqat seorang rawi sementara ada ulama lain yang menjarhnya dari sisi dhabitnya, maka di situlah nampak maksud dari Ibnu Ma’in tentang lafaz tersebut.

Misal  ;

☆ Abdurrahman bin Abdullah bin Utbah bin Mas’ud.

> Berkata Utsman bin Sa’id ad-Daarimi dari Yahya bin Ma’in :  (Abdurrahman) tsiqat.

>Berkata Abu al-Hasan bin al-Qaththan : (Adurrahman) itu ikhtilat sampai-sampai tidak ingat. sehingga haditsnya didho’ifkan dan ia tidak bisa dibedakan secara kebiasaannya apa periwayatannya itu sebelum ikhtilat atau setelahnya.

>Berkata Ali al-Madini : tsiqat akan tetapi keliru dalam periwayatan dari Ashim dan Salamah bin Kuhail.[4]

Menurut penulis : dari pernyataan Ali al-Madini ini seolah-olah menjadi penjelasan akan maksud penilaian tsiqatnya Ibnu Ma’in.

☆ Harb bin Suraij bin al-Mundzir al-Minqari.

> Berkata Ibnu Ma’in : tsiqat
> Berkata Abu Hatim  : ia menyamarkan dari rawi-rawi tsiqat. Ia bukan rawi kuat.

> Berkata Ibnu ‘Adi ; ia tidak banyak hadis, seluruh hadisnya gharib dan menyendiri, dan aku harap ia tidak apa-apa.

> Berkata al-Hafiz Ibnu Hajar : dan berkata al-Bukhari : padanya ada pandangan (fiihi nazhar).[5] dan berkata Ibnu Hibban :  ia sering salah sampai-sampai ia keluar dari batasan hujjah apabila ia menyendiri dalam periwayatan. Dan berkata ad-Daaruquthni : layak. [6]

2. Ibnu Ma’in adakalanya menggunakan lafaz tsiqat kepada rawi yang lemahnya ringan, ketika harus memilih diantara dua rawi yang lemah.

Misalnya ;

☆ Muhammad bin Ishaq

> Berkata  al-Hafiz Ibnu Hajar :

أن الدوري قال: سئل ابن معين، عَن مُحَمد بن إسحاق؟ فقال: ثقة , فحكى غيره عن ابن معين أنه سئل عن ابن إسحاق وموسى بن عبيدة الربذي أيهما أحب إليك؟ فقال: ابن إسحاق ثقة. وسئل، عَن مُحَمد بن إسحاق بمفرده فقال: صدوق وليس بحجة.

Bahwasannya ad-Duriy berkata : Ibnu Ma’in pernah ditanya mengenai Muhammad bin Ishaq. Maka ia menjawab : tsiqat, lalu yang lainnya menghikayatkan dari Ibnu Ma’in bahwasannya ia ditanya mengenai ibnu Ishaq dan Musa bi Ubaidah ar-Rabdzi, mana diantara keduanya yang engkau lebih sukai ? maka Ibnu Ma’in menjawab : ibnu Ishaq tsiqat. Dan ia ditanya mengenai Muhammad bin Ishaq secara menyendirinya. Maka Ibnu Ma’in menjawab : ibnu Ishaq Shaduq dan tetapi bukanlah ia itu hujjah.[7]

Demikianlah karakteristik penggunaan lafaz tsiqat Ibnu Ma’in. Wallahu A’lam

Insyallah bersambung ke bag 2…

Maraji' :

[1] Tahrir Qawaid al-Jarh wa at-Ta’dil : 13.

[2] ‘Adil istilah ilmu hadis yaitu muslim, balig, berakal, terlepas dari perbuatan fasiq, menjaga muruah, tidak lalai. Dhabit dalam istilah ilmu hadis yaitu kuat hafalan, terdapat catatannya.

[3] Taisir Ulum Hadits ; 193

[4] Nihayatul Ightibath bi Man Rumiya min ar-Ruwati bil Ikhtilath ; 205, 206.

[5] “ fiihi nazhar’’ adalah ungkapan kritikan pedas khusus yang digunakan oleh imam al-Bukhari terhadap rawi yang dho’if. Sebagaimana yang telah dikatakan oleh adz-Dzahabi dalam kitabnya “al-Muqizhah” : “dan begitulah kebiasaanya (Bukhari) apabila ia mengatakan “fiihi nazhar” maknanya adalah bahwa rawi tersebut tertuduh, atau bukanlah rawi yang tsiqat. Dan ungkapan itu menurut ia adallah seburuk-buruk keadaan dho’if.” Lihat Taisir Ulum Hadist ; 190.

[6] Tahdzibu Tahdzib : II : 202, 203.

[7] Lisan al-Mizan ; I : 28.




















Next
This is the most recent post.
Posting Lama
  • Blogger Comments
  • Facebook Comments

0 komentar:

Posting Komentar

Item Reviewed: Karakteristik Tautsiq dan Tajrih para  Ulama Hadis Rating: 5 Reviewed By: samsudin